Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Swasembada Sapi Manokwari Hadapi Problem Penurunan Kualitas Ternak

Setiap tahun warga Manokwari membutuhkan 3.000 ekor sapi untuk dikonsumsi.
Petugas memasang eartag atau tanda pengenal pada telinga hewan ternak sapi./Bisnis-Rachman.
Petugas memasang eartag atau tanda pengenal pada telinga hewan ternak sapi./Bisnis-Rachman.

Bisnis.com, MANOKWARI - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manokwari, Provinsi Papua Barat berupaya untuk mempertahankan swasembada sapi untuk mencukupi kebutuhan daging di daerah ini.

Kepala Dinas Pertanian, Hortikultura, Perkebunan, Peternakan, dan Ketahanan Pangan Manokwari Kukuh Saptoyudo, di Manokwari, Rabu (25/10/2023), mengatakan populasi sapi di Manokwari mencapai 22.000-23.000 ekor.

"Populasi sapi terbanyak di Provinsi Papua Barat ada di Manokwari. Untuk mencukupi kebutuhan daging sapi, kami tidak perlu mendatangkan dari daerah lain," katanya.

Kukuh mengungkapkan, jumlah populasi sapi tersebut cukup tinggi dibanding kebutuhan sapi per tahunnya. Dimana tiap tahun warga Manokwari membutuhkan 3.000 ekor sapi untuk dikonsumsi. Sedangkan untuk hari besar keagamaan seperti Idul Adha kebutuhan sapi meningkat 700-800 ekor.

Ia menjelaskan, keberhasilan swasembada sapi tidak terlepas dari langkah Pemkab Manokwari membuat aturan pelarangan pengiriman sapi ke luar daerah melalui peraturan bupati.

Namun, keberhasilan swasembada sapi bukannya tanpa tantangan. Karena saat ini sapi-sapi di Manokwari terjadi degradasi genetik. Hal itu disebabkan sapi-sapi dikawinkan dengan induk atau pejantan yang sama.

"Istilahnya inces, induk sapi atau pejantan dikawinkan dengan anaknya yang satu gen. Hal itu membuat secara genetik tubuh sapi semakin mengecil. Kalau dulu satu sapi bisa berbobot 400 kg, sekarang kebanyakan hanya 200 kg," ujarnya pula.

Dia mengatakan, untuk mengantisipasi hal tersebut, pihaknya terus menggiatkan inseminasi buatan bagi indukan sapi meski tidak menjangkau semua induk sapi. Selain itu, pihaknya juga mengusulkan untuk mendatangkan indukan dan pejantan baru dari daerah lain.

"Meski untuk mendatangkan induk dan pejantan tahun ini tidak lolos anggarannya. Mungkin karena terlalu besar anggarannya, satu sapi harganya Rp20 juta. Padahal kalau kita bisa datangkan 100 pejantan sapi itu sangat membantu sekali," ujarnya dilansir Antara.

Langkah lain adalah membuat rumah potong hewan (RPH), sehingga bisa untuk mengontrol pemotongan di Manokwari. Melalui RPH tidak semua sapi dapat dipotong dan dikonsumsi, karena sapi betina produktif dilarang untuk dipotong.

"Tapi kalau pemotongan liar ini kan betina-betina produktif juga dipotong, tidak ada yang kontrol. Itulah pentingnya RPH yang tahun ini kita bangun," ujarnya pula.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Redaksi
Editor : Miftahul Ulum
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper