Bisnis.com, JAYAPURA - Keberadaan Terminal Peti Kemas (TPK) Jayapura dinilai sangat penting bagi kelangsungan distribusi barang dan jasa untuk memasok kebutuhan Provinsi Papua secara menyeluruh.
Kepala Bank Indonesia Provinsi Papua Juli Budi Winantya mengatakan sekitar 51 persen dari kabupaten/kota di wilayah Papua merupakan landlocked area yang mengandalkan angkutan udara. Sedangkan 49 persen lainnya mengandalkan distribusi yang menggunakan angkutan laut.
“Pelabuhan Jayapura ini menjadi hub krusial perdagangan komoditas strategis dalam mendukung pemenuhan ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi, sehingga laju inflasi pun dapat terkendali,” katanya saat dikunjungi Bisnis Indonesia, Selasa (3/10/2023).
Berdasarkan data BI Papua, tingkat inflasi Papua pada kuartal II/2023 sebesar 4,13 persen (Yoy). Secara year to date (ytd), inflasi Papua sampai Agustus 2023 sebesar 2,36 persen. Inflasi ini cenderung turun sejak periode sama tahun lalu, bahkan pada 2021 sempat tinggi akibat konflik geopolitik global yang berdampak pada kenaikan harga energi dan pangan.
Setidaknya terdapat 14 kabupaten dan 1 kota di Papua yang mengandalkan pasokan bahan pangan maupun material yang dikirim melalui TPK Jayapura. Di antaranya Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Keerom, Sarmi, Membramo Raya, Membramo Tengah, Jayawijaya, Lanny Jaya, Pegunungan Bintang, Puncak, Puncak Jaya, Tolikara, Yahukimo, Nduga, dan Yalima.
Sebanyak 99 persen barang logistik yang berlabuh di TPK Jayapura masih harus dikirim ke belasan kota/kabupaten dengan menggunakan pesawat, dan sisanya via jalur darat. Kondisi ini menyebabkan harga-harga barang di luar Jayapura bisa lebih mahal.
Baca Juga
Terminal Head TPK Jayapura Welta Selfie mengatakan sejauh ini pihaknya berupaya untuk meningkatkan kapasitas pelabuhan dan layanan yang lebih cepat serta efisien agar pelabuhan turut berkontribusi dalam menekan inflasi.
“Pada Agustus 2022, kecepatan layanan bongkar peti kemas saat sandar di Jayapura sekitar 13 box/jam. Sejak dilakukan transformasi Pelindo (merger), kecepatan layanan bongkar mampu mencapai 36 box/jam,” katanya.
Dia menjelaskan, transformasi dilakukan melalui perubahan sistem operasional hingga pengembangan SDM tanpa ada investasi/peremajaan alat baru. Luasan TPK Jayapura ini sendiri mencapai 37.681 m2, dengan luas dermaga 3.266 m2, serta kapasitas terpasang 123.000 TEUs/tahun.
“Dengan kapasitas pelabuhan yang kami miliki saat ini masih mampu melayani perkembangan bongkar muat peti kemas ke depan,” imbuhnya.
Meski kecepatan layanan TPK Jayapura meningkat, tapi kinerja arus peti kemas hingga Agustus 2023 mencapai 51.713 TEUs. Jumlah ini turun dibandingkan Agustus 2022 yang mampu mencapai 62.007 TEUs. Sementara hingga akhir tahun ini kinerja arus peti kemas ditargetkan bisa mencapai 98.294 TEUs.
Menurut Manager Operasi TPK Jayapura Jems Yeffry Fonataba, penurunan ini disebabkan oleh penurunan konsumsi dan daya beli masyarakat di Papua. Sebab, selama ini logistik yang masuk melalui TPK Jayapura kebanyakan adalah bahan pangan dan material bangunan.
“Ini merupakan kondisi klasik yang menjadi kendala peningkatan kinerja. Selama ini kapal yang datang menggangkut barang sampai 100 persen dari kapasitas, tetapi kapal kembali ke Pulau Jawa hanya membawa 20 persen barang dari Papua, jadi 80 persen kosong,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel