Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gugatan UU Otsus Papua : Ada Partai Lokal, Papua Tetap dalam Kendali Pusat

Para penggugat mengajukan permohonan di Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membolehkan partai politik lokal eksis di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

Kabar24.com, JAKARTA — Keberadaan partai politik lokal di Tanah Papua kecil kemungkinan dapat membangkitkan separatisme mengingat pemerintah pusat masih mengontrol daerah paling timur Indonesia tersebut.

Partai politik lokal di Papua menjadi isu konstitusional setelah Partai Papua Bersatu menggugat UU No. 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua).

Pemohon meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membolehkan partai politik lokal eksis di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah Djohan mengingatkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah otonomi khusus tetap dikontrol oleh pemerintah pusat.

Sepanjang tidak diatur khusus maka perencanaan pembangunan, keuangan daerah, hingga pemilihan kepala daerah masih memakai sistem NKRI.

Djohan membandingkan polemik ketika pemerintah pusat hendak mengakomodasi partai politik lokal di Aceh lewat instrumen UU No. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh. Ketika itu, kata Djohan, sejumlah pihak mencemaskan partai politik lokal dapat membangkitkan separatisme bila bekas pemberontak diberi akses kekuasaan eksekutif dan legislatif.

“Tapi kan terbukti tidak karena praktik empiris tidak mungkin ada kebijakan daerah berjalan begitu saja tanpa kendali pemerintah pusat,” ujarnya ketika memberikan keterangan dalam sidang uji materi UU Otsus Papua di Jakarta, Selasa (17/12/2019).

Jika dibolehkan, Djohan meyakini partai politik lokal di Papua pun tidak serta-merta menggiring perlawanan kepada pemerintah pusat. Malahan, tutur dia, partai politik lokal dapat berangsur-angsur meredam separatisme karena orang asli Papua lebih longgar berdemokrasi alih-alih memakai senjata untuk menuntut keadilan.

“Tak perlu ada kekhawatiran berlebihan kalau kita beri ruang partai politik lokal di Papua lalu meninggalkan kita dalam Negara Kesatuan [Republik Indonesia],” katanya.

Untuk itu, mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri tersebut mengusulkan agar MK membolehkan pembentukan partai politik lokal di Papua. Caranya dengan menafsirkan frasa ‘partai politik’ dalam Pasal 28 UU Otsus Papua menjadi ‘partai politik lokal’.

Djohan berpendapat frasa ‘partai politik’ UU Otsus Papua lebih pas dimaknai ‘partai politik lokal’. Pasalnya, Pasal 28 UU Otsus Papua menegaskan bahwa ‘partai politik’ dibentuk oleh penduduk Papua dan terdapat pula otoritas Majelis Rakyat Papua (MPR) dalam memberi pertimbangan.

“Dalam konteks desentralisasi asimetris bisa dibuka ruang hak konstitusionalitas daerah,” tuturnya.

Penjelasan Djohan sejalan dengan permintaan Partai Papua Bersatu (PPB) agar MK menafsirkan frasa ‘partai politik’ dalam Pasal 28 UU Otsus Papua menjadi ‘partai politik lokal’. Pasal tersebut mencantumkan hak penduduk Papua untuk membentuk ‘partai politik’ beserta tata cara dan rekrutmennya.

Namun, sampai saat ini ketentuan tersebut tidak dapat melahirkan satu partai politik lokal pun di Papua karena penggunaan frasa ‘partai politik’. Merujuk payung hukum partai politik, terakhir dengan UU No. 2/2011 tentang Partai Politik (UU Parpol), ‘partai politik’ dimaknai sebagai organisasi yang bersifat nasional.

Djohan menjelaskan bahwa partai politik lokal di Papua tidak perlu diatur dalam UU Parpol. Seperti kasus Aceh, pengaturan partai politik lokal hanya tercantum dalam UU Pemerintahan Aceh.

Bila permohonan PPB dikabulkan, Djohan mengatakan partai politik lokal dapat diatur lebih lanjut via peraturan daerah khusus (perdasus). Bahkan, dia mendengar telah terbentuk perdasus tentang partai politik lokal, tetapi terbentur dengan regulasi lebih tinggi.

Sebelumnya, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Cenderawasih (Uncen) Melkias Hetharia juga berpendapat bahwa partai politik lokal perlu diakui di Papua untuk meredam separatisme. Menurutnya, partai politik lokal dapat mewadahi bekas pemberontak bersenjata yang 'telah kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi'.

“Alangkah baiknya saudara di hutan turun ke kota dan hidup bersama masyarakat untuk memperjuangkan aspirasi secara konstitusional di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper